Falsafah CATUR PRADIPA

CATUR PRADIPA (EMPAT LENTERA)

Catur berarti Empat,

CATUR dalam hal ini menurut penggagas nama diartikan sebagai empat proses seseorang dalam mencapai hakikat dirinya sebagai manusia seutuhnya yaitu Iman, Akhlak, Ilmu dan Peradaban.

• Untuk menjadi manusia seutuhnya, seseorang harus terlebih dahulu memahami hakekat dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Dalam hal ini manusia menyakini adanya Tuhan Semesta Alam yang menciptakan segala sesuatu yang ada di dunia ini.
• Ketika seseorang memahami dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan maka akan terbentuk sebuah akhlak yang mulia yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari
• Akhlak yang mulia inilah yang kemudian akan menjadi pintu masuknya ilmu pengetahuan dalam diri seseorang
• Dengan bekal ilmu pengetahuan, dan akhlak yang mulia maka akan tercipta peradaban/kebudayaan luhur yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai yang ber-Bhineka Tunggal Ika serta menyandarkan pada keyakinan bahwa semuanya terjadi atas kehendak Allah SWT

Pradipa berarti

• Pradipa artinya adalah lampu, cahaya, sinar, lentera, pelita.
• Lentera bersifat menerangi memberikan cahaya bagi sekelilingnya.
• Cahaya juga menerangi jalan seseorang dalam melangkah untuk mencapai tujuannya.

Kesimpulan:

• Perpustakaan ini diharapkan dapat menjadi salah satu sarana dalam menemukan jati diri seseorang sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan membentuk pribadi yang memiliki keteguhan iman, dan berakhlakul karimah.
• Perpustakaan ini  diharapkan menjadi sumber belajar dalam berbagai bidang baik ilmu agama maupun IPTEK.
• Perpustakaan Catur Pradipa diharapkan dapat menciptakan generasi-generasi yang mampu menciptakan peradaban yang luhur.
• Peradaban yang luhur adalah peradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada pemahaman ilmu pengetahuan yang baik dan dilandasi dengan akhlak yang mulia serta senantiasa menyandarkan pada keyakinan bahwa semuanya terjadi atas kehendak Allah SWT.

“Iman tanpa ilmu bagaikan lentera di tangan bayi. Namun ilmu tanpa iman, bagaikan lentera di tangan pencuri. (buya hamka)”